Intelijen perlu menjadi kepedulian bersama

Saat ini RUU intelijen sedang dibahas di DPR-RI.  Resistensi masyarakat sangat tinggi terhadap RUU ini . Masyarakat kuatir terhadap  kegiatan  Intelijen, terutama tentang   masalah penangkapan dan  penyelidikan.  Bila hal ini tidak diatur secara jelas, maka dapat terjadi pelanggaran HAM dan pelanggaran hukum.

Perlu disadari bahwa Undang-undang intelijen itu sangat dibutuhkan, bukan hanya oleh pemerintah ( Regim berkuasa) tetapi untuk bangsa dan negara. Ancaman terhadap bangsa dan Negara saat ini telah bersifat multi dimensional. Subversi asing merajalela , karena tidak ada lagi pengaturan untuk mencegahnya. Dan ada lagi  ancaman  terorisme yang  sangat menakutkan pada zaman ini. Subversi dan  terorisme bekerja secara tertutup. Bagaimana  mencegahnya kalau bukan dengan kegiatan intelijen.

Memahami hal diatas terlihat bahwa kita butuh undang-undang  intelijen. Bila diteliti sejarah intelijen di Indonesia, memang  belum pernah  terbentuk suatu  system yang mantap.Bahkan kegiatan intelijen di masa lalu meninggalkan guratan luka dalam kehidupan  masyarakat. Jadi tidak heran bila muncul penolakan civil society terhadap kehadiran RUU Intelijen.

Badan resmi intelijen Negara Indonesia  dibentuk pada 7 Mei 1946  dengan nama Brani (Badan rahasia Negara Indonesia)  dan setahun kemudian dibubarkan, selanjutnya  intelijen Negara diselenggarakan oleh Kementrian Pertahanan. Pada tahun 1952 Intelijen Negara yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan ini dibubarkan dan intelijen Negara diselenggarakan oleh masing-masing matra Angkatan Perang, yaitu intelijen Angkatan Darat, Intelijen Angkatan Udara dan Intelijen Angkatan Laut. . Menyadari perlunya koordinasi di bidang intelijen , maka pada tahun1958 dibentuk Badan Koordinasi Intelijen ( BKI) dan setahun kemudian BKI diganti  dengan  Badan Pusat Intelijen (BPI). Pada 1966 BPI dibubarkan dan diganti dengan Komando Intelijen Negara (KIN) . Pada tahun 1967 KIN diubah menjadi Badan Koordinasi Intelijen Negara(BAKIN). Setelah Reformasi, berubah nama menjadi Badan Intelijen Negara (BIN)  hingga sekarang.

Di era globalisasi ini, spirit nasionalisme bangsa Indonesia sudah mulai  kabur,sehingga orang dapat dengan mudah dilibatkan dalam kegiatan intelijen asing  yang dibungkus dengan program tersamar.  Agen intelijen itu memang tidak banyak jumlahnya, tapi  tiap agen akan  membina informan,  dimana informan itu tidak tahu untuk siapa dia bekerja, yang penting  dibayar.

Disamping itu,  perkembangan ilmu pengetahuan juga memberi dampak terhadap kinerja intelijen. Kemajuan teknologi bergerak sangat  cepat dan teknologi komunikasi  bergerak 24 jam. Intelijen  harus berpacu dengan kecanggihan teknologi komunikasi.Komunikasi intelijen  berbentuk sandi.Untuk itu perlu menggunakan teks sandi yang membutuhkan Kripto, yaitu alat dan tempat penerima sandi. Dan juga dibutuhkan Kriptografer, yaitu  ahli pemecah sandi.

Teknologi persandian kita pasti telah ketinggalan zaman dan mungkin telah ditembus oleh intelijen asing yang memiliki teknologi yang berlipat-lipat tingginya, sehingga bisa menelanjangi  informasi tentang Indonesia.

Di   Amerika , FBI,CIA dan Dep Pertahanan  membuat keputusan setelah mendapat layanan dari National security Agency (NSA). Diatas atap bangunan operasional  NSA tersebar lebih dari 500 antene, 2 pemindai seperti bola golf raksasa,  8 juta sambungan  telepon, 18.000 kaki jendela-jendela yang tertutup secara permanen. NSA memiliki devisi pengintai yang terdiri dari pos2 pengintai, satelit mata2 dan panyadap yang tersebar luas seluruh Dunia . Ribuan percakapan disadap setiap hari.

Menghadapi kondisi ini perlu kesadaran bahwa intelijen perlu dijadikan kepedulian bersama. Disamping itu,  diperlukan Intelijen Negara yang profesional serta penguatan kerjasama/  koordinasi intelijen Negara.

Faktor penting lainnya adalah kinerja intelijen negara. Unsur penting   dalam  kinerja intelijen Negara  adalah spirit/semangat untuk membela nasib rakyat dan memperjuangkannya dengan segala kemampuan yang ada. Hal itu dilandasi oleh ketulusan dalam pengabdian, berani mengambil resiko, dan kecerdasan dalam kalkulasi yang menguntungkan bangsa dan negara .

Disamping itu, perlu dihilangkan  segala kepentingan yang bersifat  pribadi dan kelompok dan perlu dihapus cara pandang “KATAK DIBAWAH TEMPURUNG”. Kita perlu belajar dari sejarah dan dinamika perkembangan dunia.

3 thoughts on “Intelijen perlu menjadi kepedulian bersama

  1. diatur boleh…tapi yang paling penting adalah ‘man behind the gun’ harus jadi acuan…. jangan semua ngerasa tau ‘apa itu intelijen’..karena persoalan apapun bila tidak ditangani oleh orang yang menguasainya, maka tinggal tunggu hancunya…
    jadi anda2 ini berhentilah berfilir ngerti ttg intelijen…serahkan persoalan kepada mereka yang betul faham INTELIJEN…… kalo negara ini mau besar, karena negara ini acuanya…

  2. Saya setuju,persoalan Intelijen harus diurus ahlinya,tetapi bagaimana lembaga/personal itu bekerja tanpa harus menimbulkian masalah pelik bagi yang ingin dilindungi juga adalah soal tersendiri,harus ada pengaturan yang ketat dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip kerja intelijen yang propesional tanpa harus melanggar HAM,dan tetap sigap,cekatan,handal,dan kierahasiaan yang tinggi.

  3. intelijen harus bisa dikontrol oleh rakyat, dpr,
    sebagai wujud adanya kedaulatan rakyat, demokrasi, bukan intelkrasi.
    intel harus tunduk kepada rakyat, dpr, bukan kepada asing, uang, duit, dollar, rupiah.
    intel harus menunjang program mentaqwakan rakyat yg muslim, bukan malah memunaafiqkan rakyat yg muslim, bilqa mau indonesia kuat, sejahtera, berwibawa.

Leave a comment